Perusahaan di Indonesia semakin peduli terhadap keamanan siber. Hal ini diungkapkan Palo Alto Network berdasarkan survei yang dilakukan pada 6 -15 Februari 2020 di beberapa negara kawasan Asia Tenggara dengan melibatkan 400 pimpinan perusahaan teknologi di Indonesia, Filipina, Thailand dan Singapura.
Temuan dari survei yang dilaksanakan sebelum meluasnya penyebaran virus corona di kawasan Asia Tenggara dinilai masih relevan dengan kondisi pandemi saat ini. Pasalnya ke depan akan semakin banyak pekerjaan yang dikerjakan secara virtual.
“Mereka makin sadar pentingnya mencegah dan menggagalkan serangan siber yang berpotensi mengganggu bisnis, seperti yang telah kita lihat dalam beberapa tahun terakhir,” kata Surung Sinoma, Country Manager Palo Alto Networks Indonesia, dalam sebuah kesempatan diskusi daring, 15/7/2020.
Temuan penting survei tersebut, sebagai berikut :
Dari 100 responden di Indonesia, empat dari lima perusahaan di Indonesia atau 84 persen, meningkatkan anggaran untuk keamanan siber pada 2020. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata Asia Tenggara, yang 73 persen perusahaan menaikkan anggaran untuk keamanan siber.
Dari 84 persen yang menjawab, hampir separuh (44 persen) perusahaan mengatakan mengalokasikan sebagian besar dari total anggaran teknologi informasi untuk keamanan siber.
Perusahaan tersebut menaikkan anggaran keamanan siber karena melihat serangan semakin canggih, menurut 71 persen responden.
Sebanyak 70 persen perusahaan mengatakan jumlah serangan siber meningkat dan 69 persen merasa perlu meningkatkan kapasitas keamanan mereka, termasuk misalnya menggunakan otomasi.
Perusahaan-perusahaan tersebut, 76 responden, berpendapat solusi berupa antivirus dan antimalware merupakan hal yang penting dalam keamanan siber. Mereka juga menaruh perhatian pada sistem komputasi awan, 61 persen berinvestasi pada keamanan siber berbasis cloud.
Sebanyak 56 persen di Indonesia menggunakan keamanan software-defined wide area network dan 51 persen pada firewall.
Kesadaran terhadap keamanan siber juga ditunjukkan dengan meninjau ulang kebijakan dan standar operasional satu kali dalam setahun, oleh 92 persen responden.
Sebanyak 92 persen perusahaan merasa wajib melaporkan jika ada peretasan. Setiap satu bulan sekali, 83 persen perusahaan memastikan mereka menggunakan perangkat lunak versi terbaru.
Meski pun sudah berinvestasi pada keamanan siber, 44 persen masih merasa kurang yakin dengan keamanan siber mereka. Mereka melihat masih ada karyawan yang belum memahami keamanan siber, sebanyak 54 responden menjawab demikian.
Selain itu, 42 persen mengatakan masalah keamanan bisa juga berasal dari mitra bisnis, rantai pasokan atau penyedia layanan ketiga. Manajemen perusahaan yang kurang paham keamanan siber juga menjadi tantangan perusahaan dalam hal ini, menurut 40 persen responden.
Leave a Reply